Friday, September 16, 2011

LINGKUNGAN STRATEGIS

Sun Tzu, dalam kitab fenomenalnya The Art of War menuliskan empat postulat tentang rahasia kemenangan dalam pertempuran:

Pertama, jika engkau mengetahui kekuatanmu dan mengetahui kekuatan musuhmu, maka seratus kali bertempur , saratus kali pula kau memenangkannya.

Kedua, jika engkau mengetahui kekuatanmu tapi tidak mengetahui kekuatan musuhmu, maka seratus kali bertempur, lima puluh kali kau akan menang dan lima puluh kali kau akan kalah.

Ketiga, jika engkau tidak mengetahui kekuatanmu tapi mengetahui kekuatan musuhmu, maka seratus kali bertempur, lima puluh kali kau akan kalh dan lima puluh kali kau akan menang.

Keempat, jika engkau tidak mengetahui kekuatanmu dan tidak mengetahui kekuatan musuhmu, maka seratus kali bertempur , saratus kali pula kau akan kalah.



Postulat ini berbicara tentang dua faktor kemenangan: pengetahuan akan kekuatan diri dan pengetahuan akan kekuatan musuh. Dalam kontek organisasi, kesuksesan organisasi sangat ditentukan oleh pengetahuan akan semberdaya organisasi dan pengetahuan sumberdaya kompetitor (Competitor Intelligence). Tetapi, dalam postulat ini Sun Tzu tidak menuliskan, bagaimana jika kedua pihak saling mengetahui kekuatan masing-masing dengan sama baiknya. Maka faktor kemenangan ketiga dalam pertempuranlah yang menjadi pembeda, yaitu mengetahui medan perangnya.

Saifuddin Qutuz, pahlawan Islam sang penakluk pasukan Tartar, telah memangkan salah satu pertempuran paling prestisius dalam sejarah perdaban Islam, pertempuran ‘Ain Jalut. Dia mengetahui kekuatan pasukannya dengan baik. Dia juga mengetahui kekuatan pasukan Tartar dibawah komando Hulaghu Khan dengan baik. Begitu pula sebaliknya. Hulaghu Mengetahui kekuatannya dengan baik, dan mengetahui kekuatan Qutuz dengan baik pula. Tetapi Qutuz mengetahui medan perangnya dengan baik, sementara Hulaghu tidak.

Maka demikianlah sejarah menuliskan, di lembah ‘Ain Jalut, pasukan Qutuz menghancurkan pasukan Tartar dengan kemenangan yang meyakinkan. Kemenangan yang dengannya sejarah Islam yang kelam berbalik arah menjadi peradaban raksasa yang bangkit kembali.

Demikian pula dengan organisasi kita. Mengetahui kekuatan diri dan kekuatan musuh saja tidak cukup, tetapi faktor yang sangat menentukan adalah mengetahui lingkungan strategis dakwah dengan baik. Oleh karena itu tidak cukup rasanya memenangkan dakwah ini hanya dengan meng- copy paste berbagai program dari pusat kemudian mengorganisasikan sumberdaya dalam menjalankannya. Sebab boleh jadi, desain program itu perlu disesuaikan dengan lingkungan strategis dakwah kita disini.

Mengetahui kekuatan sendiri dan mengetahui kekuatan kompetitor dalam iklim kompetisi politik yang ketat seperti sekarang ini memang sangatlah penting. Oleh karena itu hampir setiap partai rela mengelaurkan dana yang cukup besar untuk melakukan survey politik demi mengetahui peta kekuatan sendiri dan kompetitornya. Bahkan melalui survey kita dapat menegatahui kelebihan dan kekurangan setiap kompetitor sehingga menentukan penilaian responden yang mewakili suara publik.

Selain survey, pemahaman kekuatan diri kita sendiri seharusnya dapat dilakukan dengan lebih detail dan menyeluruh. Itulah sebabnya sangat penting bagi kita untuk memiliki sistem manajemen data yang akurat dan komprehensif. Jika ingin menang, sudah saatnya kita meninggalkan tradisi lama yang mengabaikan data dan memulai tradisi baru dengan mendisiplinkan diri kita menciptakan bank data yang kredibel dan berdaya guna.

Kita juga perlu mengetahui kekuatan kompetitor (competitor intelligence) melalui berbagai cara. Selain survey, kita dapat mengintip strategi kompetitor melalui media massa. Program aksi dan kebijakan-kebijakan kompetitor yang dipublish oleh media massa merupakan out put dari sebuah grand desain strategi yang rahasia. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memiliki tim analisis media yang bisa memberikan gambaran peta politik di media. Interaksi kita dengan struktur dan kader kompetitor di teritori kerja (kota, kecamatan dan kelurahan) dapat juga menjadi sumber informasi kekuatan dan strategi mereka.

Dan yang tak kalah pentingnya adalah mengenal lingkungan strategis dakwah kita. Seperti yang telah diuraikan diatas, lingkungan strategis inilah medan perangnya. Maka kita perlu secara serius mengkaji dan memahami realitas sosial masyarakat kita. Baik struktur sosialnya, budayanya, ekonominya dan perubahan-perubahan sosial yang terjadi akibat pergeseran tata nilai dan budaya oleh proses modernisasi. Tentu saja untuk mengenal dengan baik lingkungan strategis kita tidak cukup dengan melihat dari jauh, melainkan menyelami lingkungan dakwah kita secara langsung, berinteraksi dengan masyarakat dan menjadi bagian penting dari masyarakat itu sendiri.

Dengan cara inilah kita dapat benar-benar menerapakan apa yang oleh para qiyadah disebut sebagai perspektif Outside-In, atau dalam istilah bisnisnya Outward looking. Dimana program kita adalah program yang kompatibel dengan kebutuhan masyarakat dan memiliki daya ungkit elektabilitas yang tinggi dalam pemilu. Wallahu ‘Alam.


0 comments:

Post a Comment